Sebelum membaca
cerpennya, aku mau cerita dulu ya. Sebenarnya cerpen ini aku buat sebelum
rencana kedatangan Seunggi Oppa ke Indonesia (seingatku pas waktu king 2 hearts
masih tayang di Korea). Waktu tau kalau Oppa akan mengadakan fan meeting
di Indonesia, aku langsung teringat dengan cerpen ini. Sepertinya aku sudah
mengirin ini ke salah satu majalah yang memuat cerpen remaja tapi tidak ada
respon. Aku mencoba mengirim lagi ke redaksi yang sama (siapa tau cerpen ini
terselip gitu…hehehe). Pengennya sih bisa dimuat bertepatan dengan bulan
kedatangan Oppa ke sini. Tapi apa mau dikata, lagi-lagi tidak ada respon dari
pihak majalah. Untuk itu, aku memutuskan untuk memuat sendiri cerpenku di blog.
Nah, sekarang waktunya membaca cerpen. Selamat membaca…..
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Korea menjadi negara kedua yang aku
cintai setelah Indonesia, tanah airku. Pesona artis dari Negeri Ginseng itu membuatku demam tak berkesudahan. Tak terhitung tumpukan
kaset CD K-Drama dalam kamarku. Karenanya aku pun mendapatkan gelar maskot
korea dari teman-temanku.
Pada mulanya semua drama yang diimpor dari
negeri tersebut aku lahap, siapa pun artisnya. Dan perlahan tapi pasti aku
memiliki ketertarikan pada satu aktor. Dialah Lee Seunggi yang pertama aku
melihat aktinya di serial drama My Girfriend is Gumiho.
***
Kriiiiiiiiiingggggg…..
Jam beker hello kitty yang duduk di atas
meja belajarku itu berbunyi. Meski bunyi alarmnya yang cukup nyaring tak juga
membuatku terjaga dari tidur. Aku kembali menarik selimut yang melorot.
Setengah jam kemudian, terasa ada yang menyentuhku.
“Nak, bangun! Bukankah kamu harus pergi
untuk bimbingan belajar?” dengan lembut ibu menarik selimut yang menutupi hampir
seluruh badanku.
Aku yang mencoba melawan rasa malas
masih memejamkan mata. Ibu membantuku untuk duduk.
“Cepat mandi sana! Sudah jam setengah 4
lho,” kata-kata ibu membuatku reflek membuka mata. Mengingat jadwal bimbingan
belajar adalah jam 4. Perjalanan yang harus kutempuh dengan jalan tercepat pun memerlukan
waktu lima belas menit untuk sampai.
Aku bergegas ke kamar mandi untuk
sekedar cuci muka dan tak berfikir untuk mandi.
“Ya, telat lagi deh,” aku menggerutu.
Satu lagi julukan dari teman-teman untukku,
Miss Telat.
***
“Eonni,
yeogi!” teriak Lina dan Cici di depan pintu kelas setelah melihatku.
“Annyeong
haseyo?” sapaanku yang
biasa dilakukan setiap kami baru bertemu, menggantikan sapaan hai atau hello.
“Apa aku berhasil tidak telat hari ini?”
dengan sumringah aku membanggakan diri.
“Masih ada lima menit sebelum masuk,”
jawab Cici setelah melihat jam tangan
bentuk hati di lengan kirinya.
“Oya, eonni sudah tahu berita tentang Seunggi?” tanya Lina. Kalau kami
berempat kumpul, tak ada pembicaraan yang lebih menarik selain membicarakan
tentang artis korea.
“Memangnya ada apa?” dengan mata yang berbinar aku menanyakannya.
“Ini coba lihat!” Lina menyodorkan
majalah remaja yang merupakan langganannya. “Di majalah itu, katanya Seunggi Oppa akan datang ke Indonesia,”
lanjutnya.
“Chinca?”
Aku merebut majalah itu. Membuka halaman yang dimaksud mengenai kabar tentang
Seunggi.
“Artis Korea Lee Seunggi akan Datang ke
Indonesia untuk promosi Album ke-5 dan drama terbarunya (The King 2 Hearts)” begitulah
judul yang tertera di berita tersebut. Dalam sekejap aku sudah mengunyah setiap
kata sampai akhir di artikel tersebut. Dan sebelum kami melanjutkan kabar yang
paling hot dalam telingaku sore itu, terlihat guru matematika semakin
mendekat ke arah kami.
Di dalam kelas, aku kembali
memperhatikan majalah yang sedang ku sembunyikan di kolom meja. Penjelasan guru
di depan kelas tak ku hiraukan.
Aku terngannga ketika membaca harga
tiket yang tertera di pojok bawah sebelah kanan. Untuk ukuran tiket biasa saja
mencapai 500 ribu. “Dari mana aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam
sebulan?” aku berpikir keras mengenai caranya. Mengingat tanggal yang
direncanakan sudah bulan depan.
Satu jam berlalu, kawanan Lina dan Cici
menghampiriku seusai kelas berakhir. Melanjutkan kembali cerita yang sempat
tertunda.
“Ottokhe?
untuk membeli tiket yang paling murah saja aku rasa itu tidak cukup meski harus
menabung seluruh uang sakuku,” curhatku.
“Tenang, eonni! Ada banyak cara untuk
mendapatkannya,” jawab Lina. Aku tahu itu hanya sekedar menghiburku, tapi tidak
benar-benar akan terjadi.
Cici berpikir keras sambil menepuk-nepuk
jari telunjuknya di kelapanya. Ia terkenal memiliki ide-ide yang cemerlang
ketika kami berada dalam keadaan genting.
“Aku menemukannya,” ia mengejutkanku dan
Lina.
Panjang lebar ia menjelaskan. Setelah
rencana sudah cukup matang, kami berpisah sebelum hari benar-benar gelap. Aku
meminta izin untuk meminjam majalah itu dari Lina.
***
Sesampainya di rumah aku membuka kembali
majalah yang kupinjam. Tertera biografi
Lee Seunggi di dalamnya. Awal mula ia terjun di dunia entertainment Korea
degan debut pertamanya sebagai penyanyi tahun 2004. Merambah dunia akting
dengan kesuksesan besar dalam drama yang dibintanginya tahun 2009, Brilliant Legacy. Lanjut dengan My Girldfriend is Gumiho yang juga
mempunyai tempat tersendiri bagi penggemarnya. Dan sekarang sedang
mempromosikan drama terbarunya “The King
2 Hearts” ke luar negeri. Tercantum juga beberapa judul album yang pernah
ia buat serta beberapa penghargaan yang ia dapatkan, baik di bidang music, akting
maupun MC.
Aku teringat tentang ide Cici saat kupandangi foto
berukuruan hampir separuh halaman majalah.
“Naneun
Oppareul neomu saranghaeyo. Aku pasti akan berjuang sampai titik darah
penghabisan untuk bertemu denganmu. Paiting!”
aku menyemagati diri sendiri.
Besoknya aku meminta ibu untuk menaikkan
uang saku. Aku berjanji untuk memenuhi segala permintaan lebih tepatnya
perintahnya terhadapku. Dengan sedikit unsur pemaksaan, akhirnya ibu pun
menyetujui untuk menaikkan uang sakuku 50% selama sebulan. Rencana pertama
sukses.
Untuk rencana kedua aku sudah
mempersiapkannya meski harus mengorbankan waktu tidurku semalam. Dengan susah
payah aku membuat modul yang diberi judul Cara
Cepat Belajar Bahasa Korea. Modul ini yang akan aku dan kedua temanku
gunakan untuk menawarkan jasa bimbingan belajar bahasa Korea. Mengingat demam Korea
sudah menjalar hampir ke seluruh sekolahku, Cici dengan kecerdasannya mencetuskan
ide itu.
Aku memang secara otodidak dalam belajar
bahasa Korea. Tapi, dibandingkan dengan teman-teman yang lain, kefasihanku
berbicara Korea masih paling unggul. Bisa dibilang akulah yang nomor satu.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, aku mendapatkan
kepercayaan untuk menjadi guru bagi mereka yang berminat belajar bahasa Korea. Dengan
dibantu Lina dan Cici aku mengajari mereka yang berminat. Di kelasku jumlahnya
8 anak ditambah dengan kelas lain semuanya mencapai 30-an anak. Setiap anak
diminta iuran seribu rupiah per jam. Anak-anak itu pun dibagi menjadi dua
kelompok dan mendapatkan kelas belajar masing-masing satu jam setiap harinya.
Kelompok pertama sehabis pulang sekolah dan kelompok kedua sebelum bimbingan
belajar dimulai pada sore hari. Demi lancarnya bimbingan belajar Korea ini, bahkan
aku tidak pulang ke rumah sampai bimbingan belajar sekolah selesai. Di hari
minggu, kami pun membuka kelas bahkan sampai 5 jam.
***
Mengikuti jejak rencana pertama, rencana
kedua pun sukses. Satu minggu sebelum konser, kami sudah mendapatkan uang hampir
satu juta. Ini berkat promosi Lina kepada teman-temannya di sekolah lain. Dengan
jumlah uang yang ada cukup membeli dua tiket, untukku dan Lina. Tentu setelah
diakumulasikan dengan uang bulananku. Untuk Cici yang dikenal orang paling
berada diantara kami bertiga, tentu dengan sangat mudah ia mampu
mendapatkannya. Mengingat ia hanya anak tunggal dan kedua orang tuanya sangat memanjakannya.
“Sekarang kita harus memesan tiketnya nanti
takut kehabisan,” ucapku pada kedua temanku yang masih sibuk merapikan uang
yang kami peroleh.
“Lalu kemana kita harus membeli tiket?”
tanya Cici.
“Aku punya teman yang kebetulan ia sudah
membeli tiket dari kenalannya. Aku sudah mendapatkan nomor hp dari orang
tersebut. Jadi kita tinggal janjian saja dengannya untuk bisa bertemu,” Lina
memberi penjelasan.
“Apa kamu yakin itu tiket asli?” Cici
menunjukkan sikap keragu-raguannya pada orang yang Lina maksud.
“Tidak mungkin temanku berbohong
padaku. Dia juga membeli tiket dari
orang itu,” pembelaan Lina.
Setelah semua setuju, kami pun
menghubungi orang yang Lina maksud. Orang itu langsung mengajak kami untuk
bertemu sore ini. Bergegas kami bertiga menuju tempat yang sudah disekapati.
Keluar dari kamarku, kami bertiga
berpapasan dengan ibu.
“Kami pergi dulu, Bu,” aku berpamitan
padanya.
“Kalian mau kemana?” pertanyaan yang tak
lebih hanya ingin mengetahui tempat kemana kami akan pergi. Bukan untuk
menghalangi kami pergi.
“Ke itu tante,” dengan sedikit canggung
Lina ingin memberi penjelasan.
“Kita akan membeli tiket, Bu” aku
menjelaskan kata-kata yang tak mampu Lina ucapkan. Ia dikenal paling cerewet
diantara kami bertiga. Tapi itu tak berlaku ketika ia harus berbicara dengan
orang yang lebih tua darinya. Termasuk ibuku.
“Kami pergi dulu, Tante” dengan lugas Cici
mengucapkannya.
***
Seminggu berlalu dan kini saat yang
paling kunantikan. Tak ada lagi telat hari ini. Tidak seperti biasanya, akulah
yang datang lebih dulu di tempat konser diantara kami bertiga.
“Dimana mereka?” dengan sedikit gelisah
sambil terus memandangi jam tangan, aku menunggu Lina dan Cici.
Antrian panjang nampak di pintu masuk.
Aku turut serta di dalamnya. Sentuhan tangan seseorang di bahu kiriku membuatku
menoleh ke arah belakang.
““Annyeong
haseyo?” serempak Lina dan Cici mengejutkanku. Mereka pun langsung
mengambil bagian untuk mengantri.
Tiba giliraku untuk memberikan tiket
kepada petugasnya. Dengan sangat teliti ia memperhatikannya.
“Maaf Mbak, ini tiket palsu,” kata-kata
petugas itu sontak membuatku menganga.
“Bagaimana bisa terjadi?”
“Ini coba lihat tiket aslinya. Sekilas
sih mirip, tapi tanda yang ada di tiketnya Mbak sedikit lebih buram. Tulisannya
pun lebih besar sedikit punyanya Mbak.” Kata-kata petugas itu ku telan dengan
keterpaksaan. Ia menunjukkan tiket aslinya yang memang berbeda ketika
melihatnya dengan seksama.
Kami bertiga diminta untuk keluar dari
barisan antrian. Dengan langkah lunglai aku menghampiri sebuah pohon rindang,
disusul Lina dan Cici.
Tangisku pecah tak kuasa menahan
kekecewaan yang mendalam. Tiket yang aku dapatkan dengan susah payah. Harapan
yang melambung tinggi untuk bisa bertemu dengan Seunggi Oppa musnah dalam sekejap.
“Mianhae,
nan jeongmal molla,”
tersirat penyesalan di wajah Lina.
“Bukan
hanya kita yang tertipu, tapi mereka juga,” Cici merangkulku. Telunjuk jari
kanannya menunjuk sekumpulan orang yang terlihat sedang menangis.
Teman yang dimaksud Lina datang menghampiri
kami. Terlihat cucuran air mata di wajahnya. Tak ada yang ia katakan hanya
duduk di samping Lina.
Konser akan segera dimulai, kerumunan
orang yang sama-sama membawa tiket palsu berteriak di depan pintu masuk. Mereka
tetap bersikeras untuk masuk. Salah satu petugas memberikan komando untuk diam
sejenak. Tapi tak ada satu orang pun yang menanggapinya. Keramaian masih
meraung-raung di telinga.
“Tolong diam!” teriak petugas itu tak
kalah nyaring.
“Kami mengerti kekecewaan kalian tapi
kami benar-benar tidak bisa mengizinkan kalian masuk. Sebagai gantinya kami
akan menyediakan layar televisi yang merekam konser. Silahkan menempati tempat
yang telah disediakan.” Petugas pus mengiring kami untuk masuk ke salah satu
ruangan di dalam gedung. Ukurannya cukup luas, dengan berdesak-desakan kami
melangkah masuk. Tentu kami ingin mendapatkan tempat paling depan. Meskipun
hanya melihat di dalam layar.
Suasana kembali bergemuruh diantara
penonton ketika Oppa yang kami
idolakan muncul di atas panggung. “Oppa,
saranghaeyo!!!” teriakan penonton di sini tak kalah semangatnya dengan yang
ada di tempat konser. Kami seakan telah melupakan kekecewaan yang ada.
Beberapa lagu ia nyanyikan dengan sangat
sempurna. Sekarang sudah masuk lagu yang keenam. Aku turut serta dalam bernyanyi
mulai dari lagu pertama. Dan kali ini aku lebih semangat lagi. Inilah lagu
favoritku yang ada dalam album kelimanya
eodieseonga
ulgo isseul geudae ege
naui maeumeul dama bulleo i norae nege
jichin maeum jamsirado swil su itdamyeon
nae eokkaee gidae gado gwaenchanha
sarangi neol apeuge hago
dasi sogigo ulge haedo
yaksok halge gwaenchanha jil geoya
dasi haengbokhae jil su isseo
ibyeol apeum ttawin jamsippunirago
naui maeumeul dama bulleo i norae nege
jichin maeum jamsirado swil su itdamyeon
nae eokkaee gidae gado gwaenchanha
sarangi neol apeuge hago
dasi sogigo ulge haedo
yaksok halge gwaenchanha jil geoya
dasi haengbokhae jil su isseo
ibyeol apeum ttawin jamsippunirago
Untukmu yang akan menangis di suatu tempat
Aku menyanyikan lagu ini untukmu dengan sepenuh hati
Jika hatimu lelah mencari tempat istirahat
Kamu dapat bersandar di bahuku
Cinta menyakitimu, menipumu dan membuatmu menangis
Tapi aku akan berjanji, itu akan baik-baik saja
Kamu dapat bahagia lagi
Perpisahan dan sakit hanya sesaat
Aku menyanyikan lagu ini untukmu dengan sepenuh hati
Jika hatimu lelah mencari tempat istirahat
Kamu dapat bersandar di bahuku
Cinta menyakitimu, menipumu dan membuatmu menangis
Tapi aku akan berjanji, itu akan baik-baik saja
Kamu dapat bahagia lagi
Perpisahan dan sakit hanya sesaat
(potongan lirik lagu neol utge hal norae/ lagu untuk membuatmu tertawa)
***
Konser berakhir, hampir tiga jam aku ikut serta
dalam sorak sorai penonton. Artis (Ha Jiwon) yang merupakan lawan main Oppa
dalam drama terbarunya ikut serta meramaikan konser.
Kata-kata yang Oppa
katakan saat lagu terakhir selesai dinyanyikan masih terngiang dalam hatiku.
“Uri paenkeulleob
Airen neomu geumapseumnida,. Saranghaeseumnida”
“Uri to
Oppareul saranghaeyo. Iitulah yang kita rasakan Oppa.”
Penonton beranjak keluar satu per satu. Di tengah
kedamaian tiba-tiba terdengar bunyi peringatan
tanda bahaya dalam gedung. Penonton pun tak lagi bisa dikendalikan oleh
petugas. Bunyi itu semakin keras.
“Aaaaaizzzz….” mataku menangkap keadaan sekitar.
Masih terlihat sama dengan apa yang ku lihat sebelum tidur.
“Hanya
mimpi,” aku kembali ke alam nyata. Bunyi jam beker yang berisik itu ku
matikan.
Biar bagaimana pun itu mimpi indah. Aku tersenyum
sendiri saat melihat tumpukan kaset CD
di samping komputer. Semalam aku menuntaskan episode terakhir dari drama
terbarunya Oppa. CD yang ku beli 2
hari yang lalu itu menjadi koleksi terbaruku setelah bulan lalu aku membeli
album barunya Seunggi Oppa.
Aku tersentak ketika menyadari jarum jam bekerku
membentuk garis lurus pada angka 6 dan 12.
“Ya, telat lagi deh,” aku bergegas untuk segera
berjumpa dengan Lina dan Cici di taman bunga. Setiap hari minggu kami pasti
meluangkan waktu untuk jalan-jalan sehat.
Kalian tahu jam berapa kami janjian? Jam 6 tepat
sudah harus berada di tempat. Tapi pada kenyataannya aku berangkat dari rumah
jam 6. Perjalanan untuk sampai ke taman bunga harus di tempuh selama setengah
jam. Jadi kalian tahu berapa lama teman-temnku akan menunggu?
Lee Seunggi: penyanyi, aktor dan MC dari Korea Selatan
Negeri Ginseng: sebutan untuk Negara Korea Selatan.
Saranghaeyo: aku mencintaimu.
Oppa: panggilan kakak dari adik perempuan pada laki-laki
yang lebih tua / panggilan sayang untuk pasangan kekasih.
Eonni: panggilan kakak dari adik perempuan pada perempuan
yang lebih tua.
Yeogi: di sini
Chinca: benarkah?
Ottokhe: bagaiamana ini/apa yang harus aku lakukan?
Naneun Oppareul neomu saranghaeyo: aku sangat mencintaimu kakak.
Mianhae, nan jeongmal molla: maaf, aku sungguh tidak tahu.
Uri paenkeulleob Airen neomu geumapseumnida,. Saranghaeseumnida: untuk fans klub kita Airen, aku sangat berterima kasih dan aku
mencintai kalian semua.
Uri to Oppareul saranghaeyo: kami juga mencitai kakak.
Airen: nama fans klubnya
Lee Seunggi